Sunday 20 September 2015

CILIWUNG

Tulisan    : Piek Ardijanto Suprijadi
Sumber   : Kumpulan Puisi Balada PAS

Ciliwung yang manis
marilah melepas rindu kali ini
meski di jalan raya deru mobil tak kunjung henti
betapa ingin kususuri tepimu sampai ke hulu
mau menjajagi lubuk-lubukmu
sementara alirmu dalam kota tak pernah resah
menampung segala kisah

Ciliwung yang manis
berjuta peristiwa kau rekam diarusmu
berjuta rasa kau simpan di dasarmu
kapan kau ungkap segala kejadian
noda dosa kau bawa hanyut ke laut
duka nestapa melekat di tepimu kelam pekat
keriaan insan memantul-mantul di wajahmu
bersama lampu-lampu beribu warna
tampak betapa sarat dirimu
ketika tubuhmu kuusap-usap dengan mata

Ciliwung yang manis
kau naga jinak sehabis menelan mangsa
merayap menelusuri belantara ibu kota
kalau saja kau bisa bicara padaku
mengisahkan selengkap kehidupan Jakarta
pasti setiap malam aku setia singgah ditepimu
hingga hampir habis umurku

Ciliwung yang manis
sayang pertemuan kita kali ini
cuma wawancara termangu dalam bahasa sunyi


Saturday 12 November 2011

RUMAH COR API

Sumber   : Surga kecilku


demi keadilan
hukum disingkirkan
demi kebenaran
pengabulan ganti rugi dibatalkan
demi ketenteraman
air ludah harus kembali ditelan

karena cahaya kemajuan harus memancar
maka panduan dan penerangan harus luas tersebar
karena program - program pembangunan harus lancar
maka terkadang pasar ini dan bangunan itu harus dibakar

lihatlah rumah - rumah cor api
lihatlah gedung - gedung berdiri di atas kuburan
batu - batanya terbuat dari kesengsaraan dan airmata
tembok - temboknya rekat oleh akumulasi ratapan
tiang - tiangnya tegak karena disangga oleh pengorbanan

diseberang itu engkau memandang
rumah - rumah didirikan
dekat di sisiku aku saksikan
rumah - rumah digilas dan dirobohkan

nun disana engkau melihat
rumah - rumah disusun - susun
nun disini aku menatap
perduduk terusir berduyun - duyun

ketika engkau berdiri di depan
hamparan tanah luas yang engkau beli
untuk mendirikan ratusan rumah
dan ribuan pemukiman manusia abad 21
pernahkah terlintas di kepalamu
ingatan tentang beribu - ribu saudara - saudaramu
yang kehilangan tanahnya

pernahkah engkau ingat betapa beribu - ribu orang itu
tak dianggap memiliki hak untuk mempertahankan tanahnya
dan ketika mereka terpaksa menjualnya
mereka juga tak dianggap memiliki hak untuk menentukan
harga petak - petak tanah mereka

ketika engkau menempati rumah itu
tahukah engkau, siapa nama tukang -tukang
yang menumpuk bata - batanya
yang mengangkut pasir dan memasang genting - genting

ketika engkau memijakkan kakiku di lantai rumahmu
dan meletakkan punggungmu di kasur ranjang
pernahkan engkau catat kemungkinan muatan
korupsi dan kolusi di dalam proses pembuatannya
sejak tahap tender
sampai pemasangan cungkup puncaknya

bagi berjuta - juta saudara - saudaramu
yang tak senasib dengan denganmu
yang bertempat tinggal tidak di pusat uang dan kekuasaan
pernahkah engkau sekedar berdoa saja
bagi kesejahteraan mereka

dunia sudah amat tua
darahnya kita hisap bersama - sama
kehidupan semakin rapuh
dan sakit kita tidak semakin sembuh
langit robek - robek
badan kita akan semakin dipanggang hawa panas
sejumlah pulau akan tenggelam
lainnya menjadi rawa - rawa
anak cucumu akan hidup sengsara
karena ransum alam bagi masa depan
telah dihisap dengan semena - mena

EMHA AINUN NADJIB
1994

SATU KEKASIHKU

Sumber  : Muslim.com
Dari    : Kumpulan Antologi  Cahaya Maha Cahaya 1996
 

SATU KEKASIHKU


Mati hidup satu kekasihku
Takkan kubikin ia cemburu
Kurahasiakan dari anak isteri
Kulindungi dari politik dan kiai

Sunday 17 July 2011

Arti Sebuah Nama

Namaku panjang kau berikan
Jelas yang engkau yang tahu apa artinya
meski pernah kau beri tahu aku tentang maknanya

dibelakangnya tersemat namamu
nama dari dinasty
namun kini dinasty itu berpindah istana
dengan ibu suri yang baru

dua belas tahun yang lalu
saat aku baru saja berkenalan dengan udara
saat aku baru saja mencium harum tubuh bunda
saat aku baru bisa berkata tangis
kau beri gelar untuk hidupku
"ANAKKU  SAYANG"

Hari ini, dua belas tahun sekarang
Seiring dengan terbangnya dedaunan kering
yang mengotori atap rumah hingga menyumbat talang
tersumbat pula pintu hati yang kau miliki

aku sadar
kita hanya insan, yang masih bisa salah
tapi aku sadar nama yang indah kau beri
hanya sebuah nama
namun lacur
aku tak mungkin menghapusnya


Tegal, 05 mei 1989

PEREMPUAN DAN RUMAH MAKAN

Tulisan    : E. Supardi
Sumber   : Yudha Minggu, Minggu, 7 April 1974

SEORANG perempuan memasuki sebuah rumah makn yang terletak disebuah jalan yang ramai. Wajahnya berseri2. Tangan menjijing sebuah tas hitam., tangan yagn kiri, sedang tangan yang kanannya mengempit sebuah gitar yang tidak terlalu buruk, namun cat pliturnya telah memudar.

"Selamat sore," katanya pada sipemilik rumah makan yang tersenyum-senyum menerima kedatangannya. 

"Saudara yang punya rumah makan ini?" tanyanya lagi, dan a memanggil saudara pada pemilik rumah makan, karena ia seorang lelaki yang masih muda. Sipemilik rumah makan mengangguk gembira. Tetapi hatinya bertanya, siapakah perempuan muda ini ? apa yang dikerjakannya ? Perempuan itu sekarang merogoh tas hitamnya. Dari dalam tasnya dikeluarkan sebuah klabor, alat pemetik gitar yang terbuat dari plastik.

"Astaga, Nona akan berman gitar?." tanya pemilik rumah makan terkejut. "apa nona seorang pengamen?."

Perempuan itu tidak menyahut dan juga tidak acuh. Ia mulai membunyikan gitar, lalu mulutnya telah mulai mangap2. Ia menyanyi. Suaranya mulai membuat panik para pelayan rumah makan. Pelayan2 mulai bermunculan dari arah belakang. Wajah mereka memendam perasaan tertegun. Namun pemilik rumah makan membiarkan saja tingkah mereka. Ia beranggapan mereka dalam keadaan nikmat, melihat suatu pemandangan yang tak pernah dilihatnya selama mereka bekerja menjadi pelayan.

Perempuan muda itu selesai bernyanyi dan tanpa disadari sipemilik rumah makan yang bertubuh gemuk dan kelihatan penyabar itu bertepuk tangan. Begitu juga keempat pelayannya, mereka bertepuk tangan, malah salah seorang dari mereka bersuit memekik gembira.

"Bagus, bagus betul suara nona. Aduh, pintar metik gitar lagi," puji sipemilik rumah makan. Tetapi ia terkejut dan bertanya pada perempuan itu: "Sekarang bagaimana? apakah nona perlu dibayar?."

Tenang perempuan itu menghampiri sipemilik rumah makan, menjawab pertanyaan sipemilik rumah makan: "Apakah saya bisa menyanyi setiap malam di sini?"
Sipemilik rumah makan terkejut, ia tidak bisa berkata apa2. matanya memandang tanpa kedip pada perempuan muda itu.

"Saya lihat pojok itu sangat artistikuntuk tempat panggung mini. Dengan biaya sedikit saja, selanjutnya bisa diatur sudut2 yang lainnya," kata perempuan muda itu lagi.
Sipemilik rumah makan masih memandang siperempuan  dari ujung kaki sampai ujung rambut kepala.Lalu hinggap bada bagian tengah tubuh siperempuan dan sempat menikmati wajah siperempuan berlama2 sampai ia bisa membuat perkiraan berapa mili lingkaran tengah tahi lalatnya yang hitam bulat, yang mengikat ketat pada sudut kanan antara hidung dan bibir atasnya, dan akhirnya biji2 mata mereka saling bertumburan.

"Nona, apaka nona tidak sadar bahwa nona sebetulnya seorang perempuan muda yang sangat cantik?" kata sipemilik rumah makan.

"Ha? kenapa saudara berkata seperti itu?tentu sya sadar,"
"Astaga! betul2 nona ini aneh. Tapi tidak apa, cuma saya tanya, apakah nona akan menyanyi sendirian?."
"Ya, sendirian. Tapi percayalah saya pasti  dapat memukau tamu2 saudara."
"Nona akan menyanyi sambil menari?."
"tentu, tentu...."
"Sambil telanjang?"
"Kenapa mesk\ti telanjang? Tetapi saya dapat melakukanny ajika saudara mau. Oya, apakah saudara senang dengan tarian strip tease?."
"O, tisak. Saya tidak senang," Kata sipemilik rumah makan.

Peluh tiba2 mengalir dari dahi sipemilik rumah makan.

"Rumah makan saudara akan menjadi night club tahap demi tahap, Percayalah."
"Night club?"
Ya night club. Kenapa saudara gemetaran?"
"Gemetaran? aku gemetaran sangka nona? O, tidak nona. Apakah nona berfikir sebuah night club lebih menguntungkan dari rumah makan? Bagiku, sebuah night club bikin repot saja nona." Pemilik rumah makan itu memekik kecil. Wajahnya menjadi kaku.

"Merepotkan? alangkah tololnya saudara ini."

Pemilik rumah makan itu begitu marahdan juga tidak habis keheranan. Sesaat pikirannya tidak bisa bekerja, beku dan membatu. Matanya gelap dan kepalanya jadi pusing. Siapakah perempuan itu? bisiknya parau. Ia tersendat hampir menangis. baru kali ini sejak rumah makannya berdiri dengan resmi sebagai bukti suksesnya berusaha, mengalami gertakan dan makian yang tidak menyenangkan dari seorang tamu edan seperti perempuan aneh itu. Ia menyebut nama TUhan beberapa kali. Pikirannya dengan demikian tenang lagi. Kesadarannya datang lgi, berkobar seperti gumpalan2 angin yang menyejukan.

"Nona, maafkan saya. Jangan ulangi lagi perkataan warung saya bakal jadi night club tahap demi tahap. Tidak nona, sungguh saya tidak punya ambisi kesitu.Saya cukup bahagia jika warung saya tetap jadi rumah makan saja. Tidak lebih dari sebuah rumah makan, dimana setiap tamu saya ber-kata2 dengan sopan tentang sesuatunya, berkata dengan kekasih2 mereka yang mereka bawa sendiri, berkata dengan teman2 baik mereka tentang kemajuan2 usaha mereka, atau tentang makan2 yang mereka sukai. Pokoknya yang mereka anggap penting dn pantas untuk dibicarakan. Tidk sama sekali berbau rayuan gombal. Ah, nona, kalau nona mau mengerti itulah barangkali yang dinamakan keuntungan rohani buat pemilik rumah makan seperti saya ini. melihat kedamaian yang tercipta dari ruang makan ini."

Dalam ber-kata2 sipemilik eumah makan telah betul2 menjadi sungguh2, seperti ketakutan seorang tua yang menasehati cucunya lelaki yang terpergok sedang meraba seoarang perawan didalam gelap.*

*** T a m a t***   







 
Bonus Hari Ini Silahkan Ambil

Ads Banner

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Followers