Sunday 17 July 2011

PEREMPUAN DAN RUMAH MAKAN

Tulisan    : E. Supardi
Sumber   : Yudha Minggu, Minggu, 7 April 1974

SEORANG perempuan memasuki sebuah rumah makn yang terletak disebuah jalan yang ramai. Wajahnya berseri2. Tangan menjijing sebuah tas hitam., tangan yagn kiri, sedang tangan yang kanannya mengempit sebuah gitar yang tidak terlalu buruk, namun cat pliturnya telah memudar.

"Selamat sore," katanya pada sipemilik rumah makan yang tersenyum-senyum menerima kedatangannya. 

"Saudara yang punya rumah makan ini?" tanyanya lagi, dan a memanggil saudara pada pemilik rumah makan, karena ia seorang lelaki yang masih muda. Sipemilik rumah makan mengangguk gembira. Tetapi hatinya bertanya, siapakah perempuan muda ini ? apa yang dikerjakannya ? Perempuan itu sekarang merogoh tas hitamnya. Dari dalam tasnya dikeluarkan sebuah klabor, alat pemetik gitar yang terbuat dari plastik.

"Astaga, Nona akan berman gitar?." tanya pemilik rumah makan terkejut. "apa nona seorang pengamen?."

Perempuan itu tidak menyahut dan juga tidak acuh. Ia mulai membunyikan gitar, lalu mulutnya telah mulai mangap2. Ia menyanyi. Suaranya mulai membuat panik para pelayan rumah makan. Pelayan2 mulai bermunculan dari arah belakang. Wajah mereka memendam perasaan tertegun. Namun pemilik rumah makan membiarkan saja tingkah mereka. Ia beranggapan mereka dalam keadaan nikmat, melihat suatu pemandangan yang tak pernah dilihatnya selama mereka bekerja menjadi pelayan.

Perempuan muda itu selesai bernyanyi dan tanpa disadari sipemilik rumah makan yang bertubuh gemuk dan kelihatan penyabar itu bertepuk tangan. Begitu juga keempat pelayannya, mereka bertepuk tangan, malah salah seorang dari mereka bersuit memekik gembira.

"Bagus, bagus betul suara nona. Aduh, pintar metik gitar lagi," puji sipemilik rumah makan. Tetapi ia terkejut dan bertanya pada perempuan itu: "Sekarang bagaimana? apakah nona perlu dibayar?."

Tenang perempuan itu menghampiri sipemilik rumah makan, menjawab pertanyaan sipemilik rumah makan: "Apakah saya bisa menyanyi setiap malam di sini?"
Sipemilik rumah makan terkejut, ia tidak bisa berkata apa2. matanya memandang tanpa kedip pada perempuan muda itu.

"Saya lihat pojok itu sangat artistikuntuk tempat panggung mini. Dengan biaya sedikit saja, selanjutnya bisa diatur sudut2 yang lainnya," kata perempuan muda itu lagi.
Sipemilik rumah makan masih memandang siperempuan  dari ujung kaki sampai ujung rambut kepala.Lalu hinggap bada bagian tengah tubuh siperempuan dan sempat menikmati wajah siperempuan berlama2 sampai ia bisa membuat perkiraan berapa mili lingkaran tengah tahi lalatnya yang hitam bulat, yang mengikat ketat pada sudut kanan antara hidung dan bibir atasnya, dan akhirnya biji2 mata mereka saling bertumburan.

"Nona, apaka nona tidak sadar bahwa nona sebetulnya seorang perempuan muda yang sangat cantik?" kata sipemilik rumah makan.

"Ha? kenapa saudara berkata seperti itu?tentu sya sadar,"
"Astaga! betul2 nona ini aneh. Tapi tidak apa, cuma saya tanya, apakah nona akan menyanyi sendirian?."
"Ya, sendirian. Tapi percayalah saya pasti  dapat memukau tamu2 saudara."
"Nona akan menyanyi sambil menari?."
"tentu, tentu...."
"Sambil telanjang?"
"Kenapa mesk\ti telanjang? Tetapi saya dapat melakukanny ajika saudara mau. Oya, apakah saudara senang dengan tarian strip tease?."
"O, tisak. Saya tidak senang," Kata sipemilik rumah makan.

Peluh tiba2 mengalir dari dahi sipemilik rumah makan.

"Rumah makan saudara akan menjadi night club tahap demi tahap, Percayalah."
"Night club?"
Ya night club. Kenapa saudara gemetaran?"
"Gemetaran? aku gemetaran sangka nona? O, tidak nona. Apakah nona berfikir sebuah night club lebih menguntungkan dari rumah makan? Bagiku, sebuah night club bikin repot saja nona." Pemilik rumah makan itu memekik kecil. Wajahnya menjadi kaku.

"Merepotkan? alangkah tololnya saudara ini."

Pemilik rumah makan itu begitu marahdan juga tidak habis keheranan. Sesaat pikirannya tidak bisa bekerja, beku dan membatu. Matanya gelap dan kepalanya jadi pusing. Siapakah perempuan itu? bisiknya parau. Ia tersendat hampir menangis. baru kali ini sejak rumah makannya berdiri dengan resmi sebagai bukti suksesnya berusaha, mengalami gertakan dan makian yang tidak menyenangkan dari seorang tamu edan seperti perempuan aneh itu. Ia menyebut nama TUhan beberapa kali. Pikirannya dengan demikian tenang lagi. Kesadarannya datang lgi, berkobar seperti gumpalan2 angin yang menyejukan.

"Nona, maafkan saya. Jangan ulangi lagi perkataan warung saya bakal jadi night club tahap demi tahap. Tidak nona, sungguh saya tidak punya ambisi kesitu.Saya cukup bahagia jika warung saya tetap jadi rumah makan saja. Tidak lebih dari sebuah rumah makan, dimana setiap tamu saya ber-kata2 dengan sopan tentang sesuatunya, berkata dengan kekasih2 mereka yang mereka bawa sendiri, berkata dengan teman2 baik mereka tentang kemajuan2 usaha mereka, atau tentang makan2 yang mereka sukai. Pokoknya yang mereka anggap penting dn pantas untuk dibicarakan. Tidk sama sekali berbau rayuan gombal. Ah, nona, kalau nona mau mengerti itulah barangkali yang dinamakan keuntungan rohani buat pemilik rumah makan seperti saya ini. melihat kedamaian yang tercipta dari ruang makan ini."

Dalam ber-kata2 sipemilik eumah makan telah betul2 menjadi sungguh2, seperti ketakutan seorang tua yang menasehati cucunya lelaki yang terpergok sedang meraba seoarang perawan didalam gelap.*

*** T a m a t***   







0 comments:

Post a Comment

 
Bonus Hari Ini Silahkan Ambil

Ads Banner

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Followers